IKLAN BARIS

DALAM TUGASNYA WARTAWAN KAMI SELALU DIBEKALI KARTU PERS DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA IMBALAN APAPUN DARI NARASUMBER KECUALI IKLAN
RUANG IKLAN

Upaya Kriminalisasi Notaris Senior Neni Sanitra Terungkap Di Persidangan



Setelah menjalani proses sidang lebih kurang 2 tahun, Notaris senior Neni Sanitra SH, MH diputuskan tidak bersalah dalam kasus dugaan pemalsuan akta. Bahkan di persidangan terungkap ada akta yang distempel notaris lain.
Neni Sanitra merasa lega setelah Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru memutuskan dirinya tidak terbukti bersalah dalam kasus dugaan pemalsuan akta.

Bahkan di persidangan terungkap ada upaya krimalisasi terhadap dirinya dimana akta yang diklaim dibuat kantor Neni, tetapi ternyata stempelnya menggunakan stempel notaris lain, yakni Victor Simanjuntak, SH.


‘’Alhamdulillah, Majelis Hakim berpihak kepada keadilan yang menyatakan saya tidak terbukti melawan hukum dan meminta semua pihak untuk membersihkan nama saya dari segala tuduhan jaksa penuntut umum (JPU),’’ katanya.

Kasus dugaan pemalsuan akta perjanjian yang dilaporkan pemilik PT Bonita Indah (BI), Daniel Freddy Sinambela (38) ini cukup menyita waktu dan tenaga Neni. Betapa tidak, persidangan kasus itu sudah berlangsung sejak tahun 2013 lalu. Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan kasus ini pun sudah 2 kali diganti karena mutasi promosi ke wilayah Indonesia Timur.

Saat pembacaan putusan pun mengalami penundaan sebanyak 3 kali. Baru lah akhir pekan lalu, Majelis Hakim yang diketuai Yuzaida memutuskan perkara tersebut dan Neni ditetapkan tidak terbukti melakukan perbautan melawan hukum seperti yang dituntut JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru Ermindawati SH.
“Saya merasa senang dan bahagia atas putusan mejelis hakim. Ini cobaan buat saya ke depan dimana kita tidak bisa terlalu percaya sama orang. Orang yang sudah kita anggap keluarga malah membuat kita masalah,’’ tuturnya.

Terlepas soal itu, kasus ini berawal ketika PT Bonita Indah (BI) dengan Direkturnya Daniel Freddy Sinambela mengikuti tender jasa penyediaan kendaraan (mobil) tanpa jasa pengemudi di PT Chevron Pacifif Indonesia. Syarat untuk ikut proyek pengadaan ini, Daniel harus memiliki modal Rp5 miliar.

Namun karena keterbatasan modal, Daniel pun mencari pemodal lain agar tetap dapat mengikuti lelang tersebut. Dia lalu mengajak 2 pengusaha yakni Bonar Saragih dan Mangapul Hutahaean untuk menjadi pemodal. Ketiga pungusaha ini lalu membuat kesepakatan dalam Akta Perjanjian Kerjasama Nomor 149 dan 150 tanggal 30 Maret 2014 di Kantor Notaris dan PPAT Neni Sanitra, hingga akhirnya PT BI pun menang dalam lelang tersebut.

Setelah lelang dimenangkan, Bonar berselisih dengan Daniel. Akibatnya, Bonar menarik uang Rp 5 miliar secara sepihak. Tak terima, Daniel pun mengutus kuasa hukumnya untuk meminta print draft akta perjanjian yang belum diperbaiki. Tentu Nedi menolaknya, karena yang diminta draft yang salah padahal sudah ada salinan yang benar hasil revisi.

Setahun kemudian, Daniel merasa, isi perjanjian yang dijadikan Bonar saat menggugatnya dalam perkara perdata (wan prestasi) , tak sama dengan isi perjanjian semula ketika sama-sama menghadap Notaris Neni. Dalam kasus tersebut Bonar memenangkan sidang perdata tersebut.

Kalah dalam sidang perdata, giliran notaris Neni Sanitra yang dilaporkan Daniel di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru dengan tuduhan pemalsuan akta karena menghapus, menindih dan mengganti dengan yang lain terhadap Pasal 4, 6, 7, 8 dan 9, pada Akta Perjanjian nomor 149 tanggal 30 Maret 2011. Notaris senior ini pun dituntut 2 tahun penjara.

Namun di persidangan terungkap ada fakta baru, di mana secara tidak sengaja JPU memperlihatkan adanya salinan yang diklaim dikeluarkan kantor Notaris dan PPAT Neni Sanitra ternyata stempelnya menggunakan notaris Victor Simanjutak.

Majelis Hakim PN Pekanbaru menyatakan notaris Neni Sanitra tidak terbukti melanggar hukum atau lepas dari segala tuntuan hukum (Onstlag van Rechtsvervolging).
Sumber : riauterkini.com