Banyak yang mengira bekerja sebagai notaris menguntungkan. Sebab
bisa mendulang banyak rupiah. Namun hal tersebut tak sepenuhnya benar.
HAL tersebut dikatakan Maria Astuti. Notaris yang berkantor di Jalan Arief Rahman Hakim, Samarinda, ini membagi kisahnya.
Maria diangkat menjadi notaris pada 2000 silam. Belasan tahun menjalani profesi ini membuatnya banyak makan asam garam.
“Komplain dari klien pasti ada. Tapi saya berusaha maksimal meminimalisasi. Saya membiasakan diri teliti dan disiplin agar tak ada kesalahan,” ucap dia saat ditemui, Selasa (21/4) kemarin.
Dia mengatakan, menjadi notaris wajib menjalankan kode etik dan berlaku sesuai etika. Bersikap profesional, harus pandai menempatkan diri.
Maria menyebut, tak sedikit notaris tersangkut kasus hukum. Hal ini dikarenakan lalai, selalu menganggap remeh masalah.
“Setiap pekerjaan memiliki risiko. Apalagi hal ini berkaitan hukum. Beberapa ada yang menggampangkan masalah hingga menabrak aturan. Harusnya itu tidak boleh terjadi,” kata Maria yang menjabat sebagai ketua Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kaltim.
Maria menerangkan, bila seseorang telah memilih berkomitmen dalam pekerjaan, harus dilakukan dengan total. Kemudian, meskipun menjual jasa tak selamanya mematok harga tinggi.
Dia menyebut, tak akan memungut rupiah bagi klien tak mampu. Maria senang hati membuatkan akta atau surat lainnya meski hanya dibayar dengan ucapan terima kasih plus kue.
“Pernah juga saya didatangi sekelompok anak muda. Mereka punya semangat dan kemampuan hebat. Mereka mau berusaha meski modal terbatas. Jadi saya tergerak membuat akta agar usaha mereka legal,” beber dia.
Sedikit bercerita, Maria lebih dulu menjadi pengacara selama lima tahun. Namun bekerja sebagai advokat ternyata tak sesuai hati nuraninya.
Dia mengatakan, apa yang dia pelajari tak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Menurut Maria, hukum tak berlaku dengan adil bagi mereka kaum tak punya.
“Akhirnya saya memilih berhenti. Lalu melanjutkan magister kenotariatan di Universitas Airlangga, Surabaya. Tapi sebelumnya saya malah bercita-cita menjadi seorang bankir,” (*/roe/waz)
Sumber : kaltimpost.co.id
HAL tersebut dikatakan Maria Astuti. Notaris yang berkantor di Jalan Arief Rahman Hakim, Samarinda, ini membagi kisahnya.
Maria diangkat menjadi notaris pada 2000 silam. Belasan tahun menjalani profesi ini membuatnya banyak makan asam garam.
“Komplain dari klien pasti ada. Tapi saya berusaha maksimal meminimalisasi. Saya membiasakan diri teliti dan disiplin agar tak ada kesalahan,” ucap dia saat ditemui, Selasa (21/4) kemarin.
Dia mengatakan, menjadi notaris wajib menjalankan kode etik dan berlaku sesuai etika. Bersikap profesional, harus pandai menempatkan diri.
Maria menyebut, tak sedikit notaris tersangkut kasus hukum. Hal ini dikarenakan lalai, selalu menganggap remeh masalah.
“Setiap pekerjaan memiliki risiko. Apalagi hal ini berkaitan hukum. Beberapa ada yang menggampangkan masalah hingga menabrak aturan. Harusnya itu tidak boleh terjadi,” kata Maria yang menjabat sebagai ketua Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kaltim.
Maria menerangkan, bila seseorang telah memilih berkomitmen dalam pekerjaan, harus dilakukan dengan total. Kemudian, meskipun menjual jasa tak selamanya mematok harga tinggi.
Dia menyebut, tak akan memungut rupiah bagi klien tak mampu. Maria senang hati membuatkan akta atau surat lainnya meski hanya dibayar dengan ucapan terima kasih plus kue.
“Pernah juga saya didatangi sekelompok anak muda. Mereka punya semangat dan kemampuan hebat. Mereka mau berusaha meski modal terbatas. Jadi saya tergerak membuat akta agar usaha mereka legal,” beber dia.
Sedikit bercerita, Maria lebih dulu menjadi pengacara selama lima tahun. Namun bekerja sebagai advokat ternyata tak sesuai hati nuraninya.
Dia mengatakan, apa yang dia pelajari tak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Menurut Maria, hukum tak berlaku dengan adil bagi mereka kaum tak punya.
“Akhirnya saya memilih berhenti. Lalu melanjutkan magister kenotariatan di Universitas Airlangga, Surabaya. Tapi sebelumnya saya malah bercita-cita menjadi seorang bankir,” (*/roe/waz)
Sumber : kaltimpost.co.id