Jalan hidup membawa Siti Aisyah meninggalkan pekerjaan sebagai
pengacara yang sudah membesarkan namanya. Memulai karier dari nol,
memaksa ibu 3 anak ini harus merasakan pahitnya tanpa klien.
NAMUN, waktu dan profesional membawa Aisyah mulai mendapatkan kepercayaan dari klien."Bukan perkara mudah memang, di tengah puncak karier saya memilih melanjutkan kuliah S2, banting setir menjadi notaris," ungkap perempuan kelahiran Bone, 12 Desember 1969 ini.
"Pokoknya dikuat-kuatkan. Semuanya kan sudah saya antisipasi masalah finansial," tutur alumnus Universitas Tujuh Belas Agustus Samarinda dan Universitas Airlangga Surabaya ini.
Waktu pun terlampaui, kliennya mulai berdatangan. Kebanyakan klien berasal dari perbankan berbasis syariah.
"Suka dibilang spesialis syariah, padahal saya tidak mematok harus syariah. Mereka yang berdatangan," ungkap perempuan yang tinggal di kawasan Villa Tamara ini.
Aisyah yang seorang ibu tunggal harus bekerja ekstra membagi waktunya untuk anak dan kariernya. Beruntung, bebannya sedikit berkurang karena anak-anak beranjak dewasa.
"Beban hidup dan permasalahan pasti ada. Apalagi saya adalah ibu sekaligus ayah bagi anak saya. Tapi, kunci suksesnya jangan lari dari masalah dan tetap dekat dengan tuhan," tandasnya. (*/nyc/waz/bersambung)
Sumber : kaltimpost.co.id
NAMUN, waktu dan profesional membawa Aisyah mulai mendapatkan kepercayaan dari klien."Bukan perkara mudah memang, di tengah puncak karier saya memilih melanjutkan kuliah S2, banting setir menjadi notaris," ungkap perempuan kelahiran Bone, 12 Desember 1969 ini.
Rasa tidak puas dan alasan pribadi membuat Aisyah memilih berpindah
karier menjadi notaris. Bukan hal mudah memang, sebab pada 5 tahun awal
karier notarisnya, adalah masa ketahanan diuji. Lima tahun awal, klien
yang diterima bisa dihitung dengan jari. Sementara, dia harus membayar
sewa kantor dan gaji dua karyawannya. Namun, dia tidak kaget akan hal
ini.
Sebab, Aisyah sudah diberitahu dosennya bahwa lima tahun awal jadi notaris, klien yang datang masih sedikit.
Sebab, Aisyah sudah diberitahu dosennya bahwa lima tahun awal jadi notaris, klien yang datang masih sedikit.
"Pokoknya dikuat-kuatkan. Semuanya kan sudah saya antisipasi masalah finansial," tutur alumnus Universitas Tujuh Belas Agustus Samarinda dan Universitas Airlangga Surabaya ini.
Waktu pun terlampaui, kliennya mulai berdatangan. Kebanyakan klien berasal dari perbankan berbasis syariah.
"Suka dibilang spesialis syariah, padahal saya tidak mematok harus syariah. Mereka yang berdatangan," ungkap perempuan yang tinggal di kawasan Villa Tamara ini.
Aisyah yang seorang ibu tunggal harus bekerja ekstra membagi waktunya untuk anak dan kariernya. Beruntung, bebannya sedikit berkurang karena anak-anak beranjak dewasa.
"Beban hidup dan permasalahan pasti ada. Apalagi saya adalah ibu sekaligus ayah bagi anak saya. Tapi, kunci suksesnya jangan lari dari masalah dan tetap dekat dengan tuhan," tandasnya. (*/nyc/waz/bersambung)
Sumber : kaltimpost.co.id