Saat ini, jika niat Anda membeli tanah yang belum bersertifikat
memang sudah bulat, langkah pertama sebelum membelinya adalah memeriksa
tanah tersebut.
Umumnya, tanah-tanah yang belum bersertifikat dijumpai di daerah-daerah, dan biasanya disebut tanah girik atau tanah adat. Meskipun bersifat non-sertifikat, tanah-tanah tersebut masih memiliki kekuatan hukum kuat.
Secara hukum, tanah-tanah belum bersertifikat itu tidak dapat dikatakan sebagai hak milik dari orang yang menguasainya. Tanah tersebut akan menjadi hak milik jika telah memiliki sertifikat hak milik (atau sertifikat hak guna bangunan untuk tanah dengan hak guna bangunan/SHM/HGB).
Orang yang menguasai tanah belum bersertifikat tersebut hanya menguasai tanahnya. Dokumen-dokumen pada orang yang menguasai tanah itu merupakan dokumen penguasaan atas tanahnya, bukan dokumen sebagai bukti kepemilikan.
Untuk meningkatkan statusnya dari penguasaan menjadi kepemilikan, jalan harus ditempuh adalah sertifikasi, yaitu dengan mengajukan permohonan hak milik atas tanah ke kantor pertanahan setempat. Dengan dikeluarkannya sertifikat hak milik atas tanah, tanah tersebut telah sah menjadi milik si pemegang hak, bukan lagi hak menguasai.
Untuk memeriksa tanah belum bersertifikat tersebut adalah benar dikuasai oleh pihak yang mengklaimnya. Hal pertama perlu diperiksa adalah Surat Pengakuan Hak (SPH) yang dikeluarkan oleh Kantor Kepala Desa/Lurah. Beberapa daerah memiliki penyebutan yang berbeda-beda untuk SPH semacam ini. Misalnya, Surat Pernyataan Hak atau Surat Kepemilikan Hak atas tanah.
Apapun penamaannya, pastikan dokumen tersebut memiliki unsur-unsur berikut ini:
- Pernyataan dari pihak yang mengusai tanah, bahwa tanah tersebut berada dalam kekuasaannya dan tidak bertentangan dengan hak pihak lain atas tanah tersebut.
- Pernyataan mengenai riwayat tanah tersebut atau proses peralihannya secara historis.
- Pernyataan luas tanah dan menyebutkan para pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah tersebut.
- Pernyataan bahwa tanah tersebut tidak terlibat dalam sengketa.
- Pernyataan bahwa tanah tersebut tidak sedang dijaminkan.
- Pernyataan bahwa tanah tersebut tidak sedang dalam peralihan hak.
- Peta dan gambar tanah tersebut beserta luasnya dan batas-batasnya sebagai lampiran.
- Tanda tangan para pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah tersebut sebagai saksi.
- Tanda tangan Lurah/Kepala Desa dan Camat sebagai pihak yang mengetahui.
Sumber : Oleh Dadang Sukandar, manado.tribunnews.com
Umumnya, tanah-tanah yang belum bersertifikat dijumpai di daerah-daerah, dan biasanya disebut tanah girik atau tanah adat. Meskipun bersifat non-sertifikat, tanah-tanah tersebut masih memiliki kekuatan hukum kuat.
Secara hukum, tanah-tanah belum bersertifikat itu tidak dapat dikatakan sebagai hak milik dari orang yang menguasainya. Tanah tersebut akan menjadi hak milik jika telah memiliki sertifikat hak milik (atau sertifikat hak guna bangunan untuk tanah dengan hak guna bangunan/SHM/HGB).
Orang yang menguasai tanah belum bersertifikat tersebut hanya menguasai tanahnya. Dokumen-dokumen pada orang yang menguasai tanah itu merupakan dokumen penguasaan atas tanahnya, bukan dokumen sebagai bukti kepemilikan.
Untuk meningkatkan statusnya dari penguasaan menjadi kepemilikan, jalan harus ditempuh adalah sertifikasi, yaitu dengan mengajukan permohonan hak milik atas tanah ke kantor pertanahan setempat. Dengan dikeluarkannya sertifikat hak milik atas tanah, tanah tersebut telah sah menjadi milik si pemegang hak, bukan lagi hak menguasai.
Untuk memeriksa tanah belum bersertifikat tersebut adalah benar dikuasai oleh pihak yang mengklaimnya. Hal pertama perlu diperiksa adalah Surat Pengakuan Hak (SPH) yang dikeluarkan oleh Kantor Kepala Desa/Lurah. Beberapa daerah memiliki penyebutan yang berbeda-beda untuk SPH semacam ini. Misalnya, Surat Pernyataan Hak atau Surat Kepemilikan Hak atas tanah.
Apapun penamaannya, pastikan dokumen tersebut memiliki unsur-unsur berikut ini:
- Pernyataan dari pihak yang mengusai tanah, bahwa tanah tersebut berada dalam kekuasaannya dan tidak bertentangan dengan hak pihak lain atas tanah tersebut.
- Pernyataan mengenai riwayat tanah tersebut atau proses peralihannya secara historis.
- Pernyataan luas tanah dan menyebutkan para pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah tersebut.
- Pernyataan bahwa tanah tersebut tidak terlibat dalam sengketa.
- Pernyataan bahwa tanah tersebut tidak sedang dijaminkan.
- Pernyataan bahwa tanah tersebut tidak sedang dalam peralihan hak.
- Peta dan gambar tanah tersebut beserta luasnya dan batas-batasnya sebagai lampiran.
- Tanda tangan para pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah tersebut sebagai saksi.
- Tanda tangan Lurah/Kepala Desa dan Camat sebagai pihak yang mengetahui.
Sumber : Oleh Dadang Sukandar, manado.tribunnews.com