Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry
Mursyidan Baldan mengaku heran atas sikap beberapa pemerintah daerah
yang menolak wacana penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi
rakyat tidak mampu.
“Apakah memang kepala daerah tidak punya keinginan untuk meringankan beban hidup masyarakatnya?” kata Ferry seusai rapat kerja dengan Badan Akuntabilitas Publik DPD di Gedung Parlemen di Jakarta, Senin (16/2/16).
Menurut Ferry, wacana penghapusan PBB khusus untuk rumah pribadi dan bangunan sosial bagi masyarakat tidak mampu merupakan untuk meringankan beban rakyat. “Apa kepala daerah akan berkeras tetap membebani sejumlah masyarakat tidak mampu untuk bayar pajak? Di mana fungsi pemerintah? Padahal pemerintah kan harus menyejahterakan rakyat.”
Ferry juga menilai pemerintah daerah yang meminta kompensasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) atas penghapusan PBB bersikap berlebihan. Sebab, penghapusan PBB yang diwacanakannya tidak berlaku untuk semua kalangan. Pemilik lahan dan bangunan komersial seperti restoran, hotel, kios hingga kontrakan masih diwajibkan membayar PBB.
“Yang mampu, yang punya (lahan dan bangunan) komersil wajib bayar. Namun yang jelas, apakah kita tega menarik pajak dari masyarakat yang tidak mampu. Saya kira kalau dibandingkan dengan berkurangnya PAD, itu berlebihan,” katanya.
Sebelumnya, Ferry menyampaikan wacana penghapusan pajak atas tanah dan tempat tinggal guna meringankan beban rakyat. PBB akan dipisahkan menjadi dua, yakni pajak bumi dan pajak bangunan sebagai upaya penyederhanaan.
Pajak bumi akan dikenakan hanya satu kali yaitu saat sebidang tanah atau lahan menjadi hak milik seseorang, sedangkan pajak bangunan akan dikenakan setiap tahunnya hanya untuk bangunan komersial seperti kontrakan, kos-kosan, ruko dan restoran.
“Kebun atau lahan usaha lainnya aturannya menyusul. Kami fokus agar rumah pribadi dan bangunan sosial tidak dikenakan pajak. Dalam perspektif kami, ini bisa mengurangi kapitalisasi nilai tanah dan bangunan,” katanya.(win10)
Sumber : kanalsatu.com
“Apakah memang kepala daerah tidak punya keinginan untuk meringankan beban hidup masyarakatnya?” kata Ferry seusai rapat kerja dengan Badan Akuntabilitas Publik DPD di Gedung Parlemen di Jakarta, Senin (16/2/16).
Menurut Ferry, wacana penghapusan PBB khusus untuk rumah pribadi dan bangunan sosial bagi masyarakat tidak mampu merupakan untuk meringankan beban rakyat. “Apa kepala daerah akan berkeras tetap membebani sejumlah masyarakat tidak mampu untuk bayar pajak? Di mana fungsi pemerintah? Padahal pemerintah kan harus menyejahterakan rakyat.”
Ferry juga menilai pemerintah daerah yang meminta kompensasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) atas penghapusan PBB bersikap berlebihan. Sebab, penghapusan PBB yang diwacanakannya tidak berlaku untuk semua kalangan. Pemilik lahan dan bangunan komersial seperti restoran, hotel, kios hingga kontrakan masih diwajibkan membayar PBB.
“Yang mampu, yang punya (lahan dan bangunan) komersil wajib bayar. Namun yang jelas, apakah kita tega menarik pajak dari masyarakat yang tidak mampu. Saya kira kalau dibandingkan dengan berkurangnya PAD, itu berlebihan,” katanya.
Sebelumnya, Ferry menyampaikan wacana penghapusan pajak atas tanah dan tempat tinggal guna meringankan beban rakyat. PBB akan dipisahkan menjadi dua, yakni pajak bumi dan pajak bangunan sebagai upaya penyederhanaan.
Pajak bumi akan dikenakan hanya satu kali yaitu saat sebidang tanah atau lahan menjadi hak milik seseorang, sedangkan pajak bangunan akan dikenakan setiap tahunnya hanya untuk bangunan komersial seperti kontrakan, kos-kosan, ruko dan restoran.
“Kebun atau lahan usaha lainnya aturannya menyusul. Kami fokus agar rumah pribadi dan bangunan sosial tidak dikenakan pajak. Dalam perspektif kami, ini bisa mengurangi kapitalisasi nilai tanah dan bangunan,” katanya.(win10)
Sumber : kanalsatu.com